Memiliki
impian untuk menjadi penulis membuat saya berupaya melakukan banyak hal menuju
impian itu. Saya membaca semakin banyak. Saya ikut berbagai pelatihan, dan
bahkan mencoba ikut aktif dalam organisasi jurnalistik. Sayangnya, lagi-lagi
saya terbentur aturan dari mama. Saya tidak boleh pulang malam. Harus membantu
di butik yang mama kelola, dan sejumlah aturan lainnya yang saya biarkan
menjadi belenggu bagi diri saya.
Sejujurnya
setelah saya pikir lagi, saya sebenarnya bisa menyiasati ini. Sayalah yang
kurang keras berusaha. Sayalah yang tidak memiliki disiplin diri. Sayalah yang
tidak taktis dalam menghadapi situasi.
Intinya
sekali lagi, jalan itu kembali berhadapan dengan jurang tanpa jembatan yang
terlihat di hadapan saya. Saya lupa bahwa bisa jadi saya hanya perlu melewati
sedikit jalur memutar untuk menemukan jembatan kokoh dan melewati jurang
tersebut.
Ada
sejumlah pelatihan yang sempat saya ikuti dalam mengasah kemampuan menulis
saya. Seperti Training of Recruitment FLP, Diklat Dasar Jurnalistik, dan bahkan
meminta agar dimentoring khusus oleh salah seorang senior yang
tulisan-tulisannya sangat menarik untuk dibaca. Namun pada akhirnya saya
tetaplah gagal. Dan saya sadari bahwa ini karena saya sendiri yang gampang
menyerah.
Kini
di Kota Bandung tempat saya hidup sendirian demi menyelesaikan studi, impian
tersebut mulai menemukan celahnya. Mencuat dan melambai penuh makna di hadapan
saya. Bermula dari keberanian saya menghadisi Kopdar Klub Buku Indonesia,
hingga akhirnya bisa ikut berkontribusi dalam Antologi Cinta mereka meski hanya
dalam bentuk puisi dan tanpa disebutkan profil saya sama sekali di dalamnya
(^_^). Kemudian mendapat kesempatan membantu penulisan beberapa naskah untuk
kegiatan Komunitas Aleut. Memang tanpa dibayar, dan tidak diterbitkan. Namun
melalui kegiatan menulis ini, saya belajar banyak tentang sistematika menulis
meskipun masih sangat minim dan perlu belajar lebih banyak lagi. Nama saya
kembali muncul dalam sebuah buku sebagai kontributor dari buku “Lebih Dekat
dengan Karel Albert Rudolf Bosscha”. Tulisan yang dimasukkan dalam buku ini
lebih seperti sebuah laporan perjalanan yang sebelumnya sempat saya posting di
blog. Tapi alhamdulillah saya sudah senang. Ini membangun rasa percaya diri
saya dalam menulis.
Dan
kini saya tengah mengikuti 2 pelatihan menulis sekaligus. Pertama yakni “Kelas
Menulis Feature” di Tobucil yang pengajar dari AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia)
dan “Akademi Bercerita” yang digagag oleh Bentang Pustaka.
Karena
itu, cerita yang akan saya bagi sekarang akan penuh dengan curhatan saya
tentang proses belajar ini. Tulisan ini mungkin tidak akan berhenti hanya di 30
Hari Bercerita yang harus saya lewati bersama teman-teman di Akademi Bercerita
Bandung, tapi juga tentang kekalutan saya dalam menyelesaikan tugas akhir yang
sudah lama saya biarkan terbengkalai (>_<)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar